Unggahan TikTok Kades Sukorejo Berujung Somasi, PJI Layangkan Surat ke Bupati Nganjuk

Unggahan TikTok Kades Sukorejo Berujung Somasi, PJI Layangkan Surat ke Bupati Nganjuk

NGANJUK – SGI NEWS| Polemik terkait unggahan video TikTok oleh Kepala Desa Sukorejo, Kecamatan Loceret, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, berbuntut panjang. Ketua Umum Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI), Hartanto Boechori, melayangkan somasi kepada Bupati Nganjuk atas konten yang dinilai meresahkan dan berpotensi mencoreng profesi jurnalis.

Somasi tersebut dilayangkan menyusul publikasi serentak oleh sejumlah anggota PJI yang menilai unggahan tersebut tidak etis dan berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap insan pers. Menindaklanjuti surat tersebut, Bupati Nganjuk menggelar pertemuan khusus pada Senin (22/9/2025) dengan mengundang 52 kepala desa ke Kantor Bupati untuk melakukan klarifikasi bersama PJI Nganjuk.

Dalam pertemuan tersebut, organisasi lain yang turut hadir tidak diberi ruang oleh pihak penyelenggara, sehingga fokus diskusi hanya melibatkan jajaran kepala desa dan perwakilan PJI. Ketua PJI Nganjuk, Bung Impi, menyampaikan langsung kepada Bupati bahwa persoalan ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.

“Sesuai arahan Ketua Umum, kami meminta agar Bupati maupun Kades Sukorejo segera memadamkan api yang telah dikobarkan. Ini bukan sekadar persoalan unggahan, tetapi menyangkut marwah profesi jurnalis,” tegas Bung Impi.

Ketegangan sempat terjadi dalam forum tersebut, menyusul kemarahan Ketua PJI Nganjuk atas sikap yang dinilai kurang responsif terhadap tuntutan klarifikasi. Namun, akhirnya Kepala Desa Sukorejo, Sutrisno, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka melalui surat pernyataan dan unggahan video klarifikasi di akun TikTok miliknya.

Tak hanya itu, Bupati Nganjuk juga memanggil pihak media Jatimpost.com yang sebelumnya mengunggah ulang video tersebut. Atas arahan pemerintah daerah, video tersebut telah ditakedown dari platform media sosial.

Langkah ini dinilai sebagai bentuk penyelesaian awal atas ketegangan yang sempat terjadi antara pemerintah desa dan komunitas jurnalis. PJI berharap kejadian serupa tidak terulang dan meminta seluruh pihak, khususnya aparatur desa, untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial.

“Media sosial bukan ruang bebas tanpa tanggung jawab. Kami berharap semua pihak memahami etika komunikasi publik, terutama jika menyangkut profesi dan institusi,” ujar Hartanto Boechori dalam pernyataan terpisah.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya kehati-hatian dalam bermedia sosial, terutama bagi pejabat publik yang memiliki pengaruh terhadap opini masyarakat. PJI menegaskan akan terus mengawal isu-isu yang menyangkut integritas dan kebebasan pers di daerah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *